Thursday, November 1, 2018

Stasiun Jakarta Kota, Saksi Perubahan Ibu Kota

penumpang memasuki peron di Stasiun Jakarta Kota
Calon penumpang antre dan "ngetap" tiket untuk memasuki peron di Stasiun Jakarta Kota.



Di tengah hiruk-pikuk Kota Tua Jakarta yang sesak akan jejak masa lalu dan derap langkah masa kini, berdirilah sebuah bangunan megah nan tenang: Stasiun Jakarta Kota. Sebagian orang masih menyebutnya dengan nama lamanya—Stasiun Beos—sebuah nama yang mengandung kenangan, sejarah, dan perjalanan panjang bangsa ini.

Lahir dari Era Kolonial

Semua bermula hampir seabad lalu. Tahun 1926, di masa Hindia Belanda masih bercokol di Nusantara, dimulailah pembangunan sebuah stasiun modern di jantung Batavia. Arsiteknya bukan orang sembarangan: Frans Ghijsels, maestro arsitektur Belanda yang mengusung gaya Art Deco dengan sentuhan lokal.

Tiga tahun kemudian, tepat pada 8 Oktober 1929, stasiun itu diresmikan. Namanya kala itu adalah Station Batavia Benedenstad. Tapi masyarakat lebih senang menyebutnya Beos, singkatan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij, perusahaan kereta api swasta yang pernah beroperasi di timur Batavia.

Dari sinilah, ribuan langkah dimulai. Ribuan cerita dilepas dan ditunggu kembali.

Saksi Bisu Perubahan Zaman

Stasiun ini bukan sekadar tempat naik turun penumpang. Ia adalah saksi diam berbagai babak sejarah negeri ini. Di era pendudukan Jepang, Beos menjadi titik strategis logistik militer. Di masa kemerdekaan, ia menjadi simpul pergerakan para pejuang dan rakyat yang baru mencicipi kata “merdeka”.

Pada tahun-tahun setelahnya, Beos berubah perlahan. Namanya resmi menjadi Stasiun Jakarta Kota. Tapi di hati warga Jakarta dan para penumpangnya, “Beos” tetap hidup—sebagai nama, sebagai kenangan.

Rel dan Arus Manusia yang Tak Pernah Diam

Masuk tahun 1970-an, wajah stasiun mulai bersolek. Layanan kereta diperluas, sistem ditata ulang, tapi bangunan tua itu tetap berdiri anggun di antara bangunan-bangunan yang datang dan pergi.

Di dekade 1990-an hingga 2000-an, Stasiun Jakarta Kota mulai melayani KRL Commuter Line—kereta listrik yang menghubungkan pinggiran kota dengan pusat ibu kota. Setiap pagi dan sore, lautan manusia mengalir masuk dan keluar. Entah untuk bekerja, bersekolah, berdagang, atau sekadar menumpang waktu.

Kereta dari Bogor, Bekasi, Cikarang, dan Depok semua bertemu ujungnya di sini. Di stasiun tua yang masih menyimpan mosaik lantai era kolonial, jendela-jendela tinggi, dan langit-langit lengkung yang menyimpan gema dari masa lalu.

Menjadi Cagar Budaya, Menjadi Warisan

Tahun demi tahun berlalu, hingga pada akhirnya stasiun ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional. Tak boleh diubah sembarangan. Ia bukan hanya milik PT KAI. Ia milik publik. Ia milik sejarah.

Di masa digital seperti sekarang, 2025, Stasiun Jakarta Kota sudah jauh lebih canggih. Ada display digital, e-ticketing, koneksi aplikasi KAI Access, dan sistem informasi modern. Tapi semua itu dipasang tanpa menghapus karakternya. Heritage-nya tetap dijaga. Sebuah kompromi indah antara masa lalu dan masa depan.

Lebih dari Sekadar Tempat Berangkat dan Pulang

Bagi banyak orang, Stasiun Jakarta Kota adalah tempat kenangan bermula. Tempat pertemuan, perpisahan, atau sekadar titik transit menuju destinasi berikutnya.

Tapi bagi sebagian lainnya, ia adalah destinasi itu sendiri.

Di sekitarnya, Kota Tua merentangkan sejarah. Ada Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, kafe tua, jalanan berbatu, dan pesepeda ontel yang menyambut wisatawan. Semua itu dimulai dari langkah pertama keluar dari stasiun ini.



Berikut adalah sejarah lengkap Stasiun Jakarta Kota, dari masa kolonial hingga perkembangan terkini tahun 2025:


🏛️ Sejarah Stasiun Jakarta Kota (Stasiun Beos)

🔹 Awal Mula Pembangunan

  • Tahun pembangunan: Dimulai pada 1926, selesai pada 1929

  • Arsitek: Frans Johan Louwrens Ghijsels, arsitek Belanda terkenal, pendiri AIA (Algemeen Ingenieurs- en Architectenbureau)

  • Gaya arsitektur: Art Deco dengan sentuhan Nieuwe Zakelijkheid (Fungsionalisme Belanda) dan elemen lokal

  • Peresmian: 8 Oktober 1929 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, A.C.D. de Graeff

  • Nama awal: Station Batavia Benedenstad, dikenal juga sebagai Beos (singkatan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij)

🔹 Fungsi dan Posisi Strategis

  • Merupakan terminal utama kereta api untuk daerah Jakarta Kota dan sekitarnya sejak zaman kolonial

  • Menggantikan fungsi stasiun lama di daerah Batavia yang dibangun oleh perusahaan kereta swasta zaman Belanda

  • Stasiun ini dibangun di pusat Kota Tua, dekat pelabuhan Sunda Kelapa, menjadi simpul utama aktivitas ekonomi dan mobilitas


📜 Perkembangan & Evolusi Hingga 2025

🔸 1930–1945: Era Kolonial Akhir dan Pendudukan Jepang

  • Menjadi simpul penting angkutan barang dan militer

  • Digunakan pula oleh Jepang untuk kepentingan logistik selama Perang Dunia II

🔸 1945–1960: Masa Kemerdekaan dan Nasionalisasi

  • Setelah kemerdekaan, stasiun ini dinasionalisasi dari tangan Belanda

  • Digunakan untuk kepentingan pemerintahan RI dan pengangkutan massa pejuang serta pengungsi

🔸 1970–1990: Revitalisasi Awal dan Perluasan Layanan

  • Perubahan sistem operasional dan peremajaan sarana KA lokal

  • Bertahap menjadi stasiun terminus untuk kereta api kelas ekonomi dan komuter

🔸 1990–2010: Era Modernisasi

  • Stasiun mulai dipugar namun tetap mempertahankan bentuk asli bangunan kolonialnya

  • Ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah karena nilai historis dan arsitekturalnya

  • Menjadi hub utama untuk KRL Commuter Line Jabodetabek

🔸 2010–2020: Elektrifikasi dan Integrasi Transportasi

  • Menjadi pusat operasional KRL lintas Bogor, Bekasi, dan Serpong

  • Terintegrasi dengan TransJakarta (koridor 1 dan 12), angkot, dan moda lain di kawasan Kota Tua

  • Peron diperpanjang dan ditata ulang untuk mendukung KRL modern

🔸 2020–2025: Transformasi Digital dan Pelestarian Heritage

  • Mulai diberlakukan sistem e-ticketing full digital via KAI Access dan aplikasi KRL Access

  • Proyek revitalisasi bangunan utama (tanpa mengubah fasad heritage) untuk peningkatan kenyamanan

  • Penggunaan PIDS (Passenger Information Display System) modern

  • Penambahan area komersial dan UMKM lokal di sekitar stasiun, mendukung ekowisata Kota Tua

  • Menjadi salah satu ikon wisata sejarah transportasi di Jakarta


🚉 Kereta yang Beroperasi di Stasiun Jakarta Kota (per 2025)

KRL Commuter Line (Start/Finish):

Stasiun Jakarta Kota adalah terminus (stasiun awal/akhir) dari beberapa rute utama KRL:

  1. KRL Commuter Line Bogor (rute: Bogor – Jakarta Kota)

  2. KRL Commuter Line Bekasi via Manggarai (rute: Bekasi – Jakarta Kota)

  3. KRL Commuter Line Cikarang (berhenti di Jakarta Kota lewat Manggarai)

  4. KRL Loop Line (sebelum rute ini dialihkan sebagian karena proyek DDT Manggarai)

KA Lokal dan Jarak Menengah (Historis & Musiman):

  • KA Walahar Ekspres (rute Purwakarta–Jakarta Kota) – sempat beroperasi dari stasiun ini

  • KA Jatiluhur (rute Cikampek–Jakarta Kota) – beberapa kali dialihkan ke stasiun lain

  • KA Feeder lokal atau KA wisata musiman (terutama saat liburan atau acara budaya Kota Tua)


🏙️ Fakta Menarik Stasiun Jakarta Kota

  • Salah satu stasiun tertua di Indonesia yang masih aktif digunakan

  • Dikenal dengan sebutan Stasiun Beos, singkatan dari perusahaan kereta zaman Belanda

  • Memiliki 12 jalur aktif, 5 peron panjang

  • Bangunannya tetap terawat sebagai ikon heritage transportasi nasional


Tuesday, October 30, 2018

Stasiun Besar Medan

Suasana Stasiun Besar Medan pada medio November 2011. Skybridge untuk kereta bandara belum dibangun, jadi view di area ini masih tampak sangat luas.

Sunday, October 21, 2018

KRD Sri Lelawangsa, Kereta Komuter Divre I Sumatera Utara

KRD Sri Lelawangsa
Suasana kereta Sri Lelawangsa pada Januari 2012. Kala itu kereta ini melayani rute Medan - Tebing Tinggi.



Kereta Rel Diesel (KRD) Sri Lelawangsa merupakan salah satu layanan kereta api penumpang yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui anak perusahaannya, KAI Divre I Sumatera Utara. 

Kereta ini menjadi tulang punggung transportasi massal bagi masyarakat di kawasan Medan dan sekitarnya. Nama Sri Lelawangsa diambil dari legenda masyarakat Sumatera Utara, menambah nuansa lokal pada layanan kereta ini.

Berikut adalah perjalanan sejarah dan perkembangan KRD Sri Lelawangsa dari awal hingga sekarang:



KRD Sri Lelawangsa
KRD Sri Lelawangsa saat di Stasiun Tebing Tinggi, Januari 2012

Awal Beroperasi

KRD Sri Lelawangsa resmi mulai beroperasi pada 6 Maret 2010. Pada awal peluncurannya, kereta ini dirancang untuk menghubungkan Medan dengan beberapa kota satelit di Provinsi Sumatera Utara, dengan tujuan mendukung mobilitas masyarakat pekerja dan pelajar.

Rute Awal
Pada fase awal, Sri Lelawangsa melayani tiga rute utama:

  • Medan – Binjai
  • Medan – Belawan
  • Medan – Tebing Tinggi

Namun, seiring perkembangan dan evaluasi layanan, rute mengalami perubahan.

  • Rute Medan–Belawan dihentikan sekitar tahun 2019 karena sepinya penumpang.
  • Rute Medan–Tebing Tinggi juga berhenti beroperasi pada tahun yang sama.
  • Saat ini, rute utama yang aktif adalah Medan–Binjai, yang merupakan rute paling padat dan strategis bagi masyarakat suburban Medan.


KRD Sri Lelawangsa

Jenis Kereta dan Kapasitas

KRD Sri Lelawangsa awalnya menggunakan rangkaian Kereta Rel Diesel Non Elektrik (KRDE) buatan PT Industri Kereta Api (INKA). Rangkaian yang digunakan berbentuk seperti KRD lokal, dengan model kereta buatan dalam negeri.

  • Jumlah gerbong: Umumnya terdiri dari 3 hingga 4 kereta penumpang dalam satu rangkaian.
  • Sistem penggerak: Diesel hidrolik.
  • Kelas layanan: KRD Sri Lelawangsa hanya menyediakan kelas ekonomi dengan konfigurasi tempat duduk memanjang (long seat), kapasitas sekitar 300-an penumpang per rangkaian.

Pada perkembangannya, sejak 2020-an, layanan Sri Lelawangsa mulai menggunakan lokomotif Tarik (KA Lokal) dengan kereta kelas Ekonomi New Generation buatan INKA, menggantikan sebagian armada KRD lama yang sudah menua.


Fasilitas

  • Sebagai layanan kereta lokal, fasilitasnya sederhana namun memadai:
  • Tempat duduk berhadap-hadapan (long seat)
  • AC (pada armada kereta baru/New Generation)
  • Toilet
  • Pengamanan oleh petugas KAI dan Polsuska
  • Tarif subsidi dari pemerintah (PSO/ Public Service Obligation)



Meski sempat mengalami insiden tabrakan dan vandalisme beberapa kali, Sri Lelawangsa tetap menjadi pilihan utama transportasi murah dan efisien bagi masyarakat Medan-Binjai. Salah satu tantangan utama layanan ini adalah persaingan dengan angkutan darat lain serta perlunya peremajaan armada secara berkelanjutan.


KRD Sri Lelawangsa menjadi simbol komitmen PT KAI Divre I Sumatera Utara dalam menyediakan transportasi publik yang terjangkau bagi masyarakat urban di Sumatera Utara. Dengan rute Medan–Binjai yang tetap eksis hingga kini, kereta ini berperan penting mengatasi kemacetan dan mendukung aktivitas perekonomian setempat.





Timeline Perkembangan KRD Sri Lelawangsa


Tahun Peristiwa
6 Maret 2010         KRD Sri Lelawangsa resmi beroperasi.
2010–2019         Melayani rute Medan–Binjai, Medan–Belawan, Medan–Tebing Tinggi.
2019         Penghentian rute Medan–Belawan dan Medan–Tebing Tinggi. Tinggal rute                        Medan–Binjai.
2020         Mulai dilakukan penggantian armada dengan kereta ekonomi baru INKA,                            menggunakan sistem lokomotif tarik.
2024–2025         Masih beroperasi melayani rute Medan–Binjai, menjadi andalan masyarakat untuk                 transportasi harian.

Friday, June 29, 2018