Kereta Taksaka New Generation (Foto: Khafidz Abdulah/Trenasia) |
YOGYAKARTA – Di antara hiruk-pikuk stasiun Tugu setiap pagi, ada satu kereta yang selalu dinantikan dengan nuansa lebih elegan: KA Taksaka. Bagi sebagian orang, ini hanyalah kereta eksekutif dari Yogyakarta ke Jakarta. Namun bagi mereka yang setia mengarunginya sejak 1990-an, Taksaka adalah simbol peradaban: kenyamanan, kecepatan, dan prestise dalam satu rangkaian baja.
Kereta ini bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah narasi panjang tentang bagaimana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menempatkan Yogyakarta sebagai kota dengan identitas perkeretaapian tersendiri—bukan sekadar penumpang dari skema nasional.
Sejarah KA Taksaka: Dari Mitos ke Realitas
Diluncurkan secara resmi pada 17 Mei 1994, Taksaka hadir menjawab kebutuhan kereta cepat, nyaman, dan penuh prestise di rute selatan Jawa. Namanya diambil dari Taksaka, naga penjaga dalam mitologi Jawa-Hindu. Sebuah simbol yang tidak main-main—ia kuat, berwibawa, dan punya akar budaya.
Nah, tau nggak?! Kenapa Taksaka yang masuk kasta kereta full eksekutif tidak memakai penamaan dengan diksi ARGO?. Alih-alih mengikuti arus nama “Argo” yang sedang dikampanyekan KAI kala itu, manajemen justru memilih tetap menamakan kereta ini dengan TAKSAKA.
Ternyata, itu untuk memberi identitas kultural yang lebih kuat kepada Yogyakarta. Ya, Taksaka itu bukan hanya nama. Ia karakter.
Rute dan Stasiun Pemberhentian Taksaka
Hingga tahun 2025, KA Taksaka melayani rute Yogyakarta – Jakarta (Stasiun Gambir) sejauh kurang lebih 517 kilometer. Waktu tempuhnya rata-rata 6–8 jam, tergantung jadwal dan kondisi lintas.
Stasiun pemberhentian (tergantung jadwal):
- Yogyakarta
- Kutoarjo
- Purwokerto
- Cirebon
- Jatinegara
- Gambir
Taksaka hingga 2025 memiliki dua varian layanan:
- Taksaka Pagi: berangkat pagi dari Yogyakarta, tiba siang di Jakarta.
- Taksaka Malam: berangkat malam, tiba pagi.
Keduanya dirancang untuk menyesuaikan kebutuhan penumpang bisnis dan wisata.
Formasi Rangkaian dan Fasilitas Onboard
Aku mencoba riset kecil-kecil. Hasilnya, KA Taksaka dikenal dengan formasi eksekutif full sejak awal. Per 2025, seluruh gerbong telah menggunakan rangkaian stainless steel generasi terbaru, seperti yang juga digunakan pada Argo Lawu dan Argo Bromo Anggrek.
Formasi Standar Taksaka:
- 1 Lokomotif (CC206)
- 1 Kereta Pembangkit (KMP)
- 1 Kereta Makan & Pembangkit (MP)
- 6–8 Kereta Eksekutif
- 1 Kereta Bagasi (kadang disisipkan)
Fasilitasnya mencakup:
- Reclining seat berbalut kulit sintetis
- Audio-video entertainment system
- USB charger di setiap kursi
- Pendingin udara sentral
- Toilet ramah disabilitas
Lokomotif yang Pernah Menghela Taksaka
Periode Lokomotif Catatan
1994–2000 BB304, BB301 Digunakan pada masa awal, cepat diganti
karena kurang bertenaga
2000–2020 CC201, CC203 Lokomotif andalan KAI era reformasi
2020–2025 CC206 Lokomotif diesel elektrik modern, senyap dan efisien
Taksaka dan Pertarungan Okupansi
Dari riset yang memang tidak ilmiah. Hehehe. Di antara puluhan kereta lintas selatan, Taksaka konsisten masuk 5 besar dalam hal okupansi tertinggi. Pada masa emas (1995–2019), kursi Taksaka selalu penuh di akhir pekan dan musim mudik. Bahkan di luar hari libur, angka keterisian kursi menyentuh 70–85%.
Badai pandemi COVID-19 sempat membuat okupansi anjlok hingga 20%. Layanan sempat dihentikan sementara, sebelum kembali stabil sejak 2023. Peran digitalisasi seperti KAI Access, promosi bundling hotel, dan koneksi antarmoda di stasiun-stasiun penyangga menjadi penyelamat.
Timeline Evolusi KA Taksaka
Tahun Peristiwa Penting
1994 Diluncurkan sebagai kereta eksekutif Yogya–Jakarta
1997 Layanan ditambah menjadi 2x sehari: Pagi dan Malam
2008 Renovasi interior kursi, peningkatan AC dan sistem pengereman
2014 Mulai menggunakan lokomotif CC206
2020 Layanan berhenti sementara akibat pandemi
2022 Rangkaian stainless steel generasi baru diperkenalkan
2023 Okupansi kembali normal, integrasi digital diperkuat
2024 Sistem hiburan digital onboard diluncurkan
2025 Konektivitas feeder ke Bandara YIA diuji coba
Mengapa Taksaka Bukan “Argo”?
Seperti di paragraf awal tulisan ini. Mengapa Taksaka tidak memakai diksi ARGO di penamaannya. Pertanyaan ini kerap muncul, mengingat Taksaka menawarkan layanan sekelas Argo namun namanya tidak tersemat kata ARGO. Jawabannya terletak pada strategi branding dan kekuatan identitas lokal.
Berbeda dengan Argo Lawu atau Argo Dwipangga yang lahir di bawah kebijakan "Argo-isasi" kereta eksekutif pada 1995, Taksaka lahir lebih dulu dan telah melekat kuat dengan Yogyakarta.
PT KAI memilih untuk mempertahankan nama ini karena:
- Sudah punya brand awareness tinggi
- Mengandung makna budaya lokal
- Tidak kalah premium dengan Argo dari sisi layanan
Bahkan di kalangan railfans, Taksaka disebut sebagai “Argo-nya Jogja yang menolak jadi Argo”.
Lebih dari 30 tahun sejak peluncurannya,